POLITIK DINASTI
Demokrasi sejatinya tidak mengenal “dinasti politik”. Dia liberal, siapa saja boleh menjadi penguasa selama dipilih oleh mayoritas rakyat. Mengenai kenapa dia dipilih rakyat, itu sesuatu yang lain.
Ingin berkuasa dan/atau ingin melanggengkan kekuasaan adalah tabiat yang ada pada setiap diri manusia. Sudah fitrah, kata muslim dan muslimah, sebagaimana nafsu yang menempel pada hati.
Di seluruh dunia, raja membaiat anaknya sebagai penerus. Bila si anak masih kecil, maka permaisuri yang berkuasa. Dari jaman Hammurabi sampai kapan pun, ya begitulah manusia.
Mantan Presiden AS, Bill Clinton, mendorong istrinya, Hillary, untuk jadi Senator, lalu Calon Presiden 4 tahun lalu. Walhasil: kalah. Beberapa presiden AS memiliki nama belakang yang sama, semisal George Bush dan George W. Bush Jr (ayah-anak). Puluhan tahun lalu Presiden Kennedy mengangkat adiknya sendiri sebagai Jaksa Agung. Itu di negara yang katanya paling demokratis.
Di Polandia, tetangga Jerman, Lech Kaczynski menjadi Presiden Polandia (2005). Lalu, saudara kembarnya, Jaroslaw Kaczynski terpilih sebagai Perdana Menteri (PM). Itu di negara eks komunis.
Di Indonesia bagaimana? Anda tentu sudah tahu. Yang orang sebut sebagai “politik dinasti” itu selalu ada, entah itu di level negara, daerah, bahkan di ranah parpol, hingga kepala desa dan dusun.
Intinya, kekuasaan yang berpusar pada keluarga atau klan yang itu-itu juga sering (tidak selalu) langgeng. Presiden punya anak yang jadi presiden, gubernur punya anak yang jadi gubernur, walikota punya anak jadi walikota, dst. Anak guru jadi guru, anak polisi jadi polisi, anak dokter jadi dokter, semua itu dianggap biasa. Bukankah anak nabi jadi nabi juga ada?
Kembali ke awal tadi. Sistem demokrasi tidak boleh membatasi hak orang untuk jadi calon apa pun dalam politik. Orang baik, orang jahat, tua, muda, lelaki, perempuan, kaya, miskin, pintar, bodoh, apa pun itu…semuanya punya hak utk dipilih. Dan haknya memilih pun sama: one man one vote, tak bisa lebih, tak bisa kurang.
Yang terpilih / pemenang adalah yang paling banyak dipilih. Kelar. Tidak masalah dia orang baru atau lama, keluarga penguasa atau bukan, berkulit hitam atau putih. Pemenang adalah yang paling banyak dipilih. Sederhana begitu.
Jika tidak menyukai keluarga penguasa/pejabat yang jadi calon, maka janganlah melarangnya mencalonkan diri, tapi kampanyekanlah lawannya sampai menang.
