KEMBALIKAN PENDIDIKAN KE – PUSAT

Pada Juli 2009, kami di Masika-ICMI Gorontalo berdiskusi panjang yg hasilnya seperti di bawah ini. Tahun 2002 ini, saya ditugaskan partai GERINDRA di Komisi X yg bermitra dengan Mentri Pendidikan.

Semoga saya bisa berjuang untuk salah satu poin; mengembalikan dunia pendidikan ke pemerintah pusat, sehingga Pemda dapat berkonsentrasi penuh membangun ekonomi, sosial, budaya, dll.

Tentang hal itu, perjuangannya belum dimulai. Masih berbentuk wacana belaka. Mudah²an banyak yg setuju dan banyak parpol yg mendukungnya. 👍🙂🙏

Usulan Draft RUU Otda versi Elnino dkk

Temans semua,

Masika-ICMI Gorontalo berencana menggelar Dialog Nasional tentang Otonomi Daerah. Draft pokok-pokok pikiran yang akan saya lontarkan adalah sebagai berikut ;

1. Status kepegawaian para guru.

Ada ide bahwa sebaiknya guru berstatus pegawai pusat, walaupun kurikulum mesti berkoordinasi dengan Pemda. Kenapa berstatus pusat? Supaya para guru tidak terganggu tugasnya oleh intervensi dari bupati/walikota/gubernur yang biasanya bermuatan kepentingan politik Pilkada).

2. Tata Otonomi Daerah.

Ada ide bahwa sebaiknya tata pemerintahan daerah seluruh provinsi di Indonesia dibuat seperti DKI Jakarta :

a) Otonomi di tingkat provinsi.

b) Hanya gubernur dan DPRD Provinsi yang dipilih dalam Pemilu dan Pilkada.

c) Tidak ada DPRD Kota/Kabupaten untuk penghematan anggaran nasional. (Sbg contoh kasus; lebih kecil biaya untuk 100 anggota DPRD Provinsi Gorontalo daripada biaya untuk 225 anggota DPRD Kab/Kota + 40 DPRD Provinsi). Biaya untuk mereka bisa langsung untuk sektor riil yang dilaksanakan oleh masyarakat / pengusaha lokal.

d) Walikota/Bupati ditunjuk oleh Mendagri berdasarkan usul gubernur (mungkin modifikasinya ; kalau di jakarta walikota adalah PNS, mungkin di provinsi lain boleh juga dari partai maupun kalangan kampus yang mendukung gubernur). Dengan begitu maka hemat anggaran Pilkada dan pemilu dan koordinasi pembangunan menjadi lebih baik.

e) Dengan demikian, maka kesejahteraan rakyat merupakan tanggungjawab gubernur dan Deprov. Kalau pakai sistem yang sekarang ini, bupati/walikota tidak tunduk kepada–dan sulit berada di bawah koordinasi–gubernur. Jadinya, ketika bertanya kepada bupati tentang kekurangan2 yang terjadi di masyarakat, bupati akan menjawab, “Itu karena gubernur yang tidak perduli.” Sebaliknya, ketika pertanyaan yang sama diajukan ke gubernur, dia akan menjawab mirip, “Itu karena bupatinya tidak perduli.”

Pikiran-pikran di atas dapat dilontarkan sekarang melalui lembaga negara DPD / DPR, walaupun realisasinya nanti 10-15 tahun yang akan datang.

Mohon masukan dari sahabat-sahabatku semua.

Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalam,

Elnino M. Husein Mohi

Start typing and press Enter to search