Pemikiran Tentang Sistem Pilkada

Di tahun 2001, sy dkk menuntut pemilihan langsung Gubernur Gorontalo. Namun Undang2 menyatakan bahwa Gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi. Terpilihlah Gubernur Fadel Muhammad.

Di tahun 2011, dari DPD RI, sy menyuarakan dgn kuat agar Sistem Pemilihan Langsung Kepala Daerah dipertahankan demi demokrasi.

Di tahun 2014, pikiran sy berubah mendukung Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD.

Kedua pilihan sistem Pilkada itu dilandasi oleh argumentasi yg kuat. Keputusan politiklah yg menentukan utk memilih sistem yg mana.

Hingga saat ini, kita masih boleh berargumentasi tentang itu sebagai usaha utk mengembangkan pemikiran2 tentang sistem Pilkada yg baik dan menghasilkan pemimpin yg baik bagi kepentingan masyarakat.

Secara umum, ada bbrp kelompok pemikiran yg berkembang;

  1. Kelompok yg meyakini bahwa mayoritas masyarakat adlh individu2 yg cerdas, paham tata negara dan tugas-fungsi kepala daerah. Kelompok ini meyakini bhw mayoritas masyarakat memiliki nilai ideal yg melandasi pilihannya. Kelompok ini pro terhadap PEMILIHAN LANGSUNG.
  2. Kelompok yg meyakini bahwa pemilih yg ideal itu adlh minoritas di masyarakat, jumlahnya sedikit. Mereka meyakini bahwa mayoritas masyarakat lebih emosional drpd rasional-konstitusional. Kelompok ini cenderung pro terhadap PEMILIHAN KEPALA DAERAH OLEH DPRD.
  3. Kelompok yg meyakini bahwa struktur negara dari pusat ke daerah harus sinkron dan terintegrasi lahir dan batin, agar segala tugas pemerintahan terlaksana dgn baik utk kepentingan seluruh rakyat di negara ini. Kelompok ini cenderung pro terhadap KEPALA DAERAH DITUNJUK OLEH PRESIDEN.

Sy pribadi pernah berada di ketiga pemikiran itu. Setiap org bebas dgj pemikirannya masing2. Konsep mana yg paling tepat utk Indonesia, itu akan menjadi diskusi yg keren.

Anda lebih setuju yg mana? 😁

Start typing and press Enter to search