Kenapa GERINDRA? Ini ceritaku….
Ini tulisan yg sgt panjang. Mohon jangan dibaca kalau tidak tuntas bacanya…hehe 😃 😃
Di tahun 2007-2008, ketika saya kelar studi S2 di UI, puluhan kawan di Gorontalo berdiskusi dalam menghadapi Pemilu 2009. Mesti ada di antara kami yang mau bertarung di Pemilu, untuk membuktikan bahwa uang bukanlah segalanya dalam politik.
Bertarung tanpa kekuatan uang berarti mesti menjadi Caleg yang siap dimaki-maki oleh orang banyak, siap diperhinakan oleh mereka yg percaya “money politics”. Dari diskusi kecil itu, hanya saya yang berani mengambil resiko tersebut.
Saya percaya, tidak bergerak sebuah atom tanpa kekuatan Allah. Jadi, politik bukan soal uang. Politik adalah tentang kpd siapa Allah menjatuhkan takdir-Nya.
Lalu akan jadi caleg apa? Partai apa? Karena waktu itu saya dkk masih ‘alergi’ terhadap parpol, maka tak tanggung2, kami memilih menjadi calon anggota DPD RI yang non-partai. Padahal, medan juangnya lebih luas, se-Provinsi Gorontalo. Bandingkan dgn calon Deprov yang daerah pemilihannya seluas suatu kabupaten, atau calon DPRD Kab/Kota yang cukup berkampanye di beberapa kecamatan saja.
Singkat cerita, menanglah saya. Terpilih sebagai peringkat ketiga peraih suara terbanyak di Pemilu 2009. Takdir Allah telah diberlakukan, dan saya pun berusaha menjalaninya dengan tanggungjawab lahir dan batin.
Setelah tiga tahun di DPD RI, 2012, kembali kami yang bersahabat akrab ini berkumpul. Mereka ingin saya segera bersiap menjadi calon anggota DPD RI lagi di Pemilu 2014. Saya bilang, “Tidak… Saya tidak akan calon DPD lagi.”
Kenapa? Sedikitnya ada tiga hal yg mendasari. Pertama, di Pemilu 2009 saya pernah berjanji di depan banyak orang untuk TIDAK DUA PERIODE DI DPD RI. Kedua, gairah politik saya meredup ketika itu, lantaran usaha penguatan DPD RI melalui amandemen UUD NRI 1945 mentok, dan DPD RI tetap menjadi “penghias belaka” dalam tata negara kita. Ketiga, tak ada betikan dalam hati untuk ikut Pemilu lagi.
Para sahabat kemudian bertanya, lalu bagaimana? Apa kita tidak perlu lagi memikirkan politik? Bukankah politik adalah lokomotif dan bidang lainnya adalah gerbong2 yg ditarik oleh lokomotif itu? Kalau Elnino tinggalkan politik, berarti kita semua kembali menjadi nol. Tak ada dalam catatan sejarah. Demikian teman2ku berkata.
Kalau begitu, kata saya, mending kita semua masuk Parpol saja. Saya masuk parpol, dan kalian yang bukan PNS ikut saya masuk parpol. Walaupun beda2 parpol tak apa. Yang penting masuk parpol.
Kenapa? Sebab tata negara kita yg ada di Undang2 Dasar (hukum tertinggi di republik ini) memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada partai politik. Politik yang merupakan lokomotif kehidupan kita itu ternyata di-drive oleh parpol.
Bukankah kekuasaan paling besar menurut tata negara kita ada di tangan Presiden? Bukankah presiden itu dicalonkan oleh Parpol? Bukankah Parpol pula yang mengisi DPR RI, lembaga terkuat dibanding lembaga perwakilan lainnya? Bukankah nasib anak-cucu kita kedepan paling besar dipengaruhi oleh kebijakan seorang Presiden?
Teman2ku kelihatan seperti ogah-ogahan mendengar “ceramah”ku. Tapi mrk setuju bhw sy masuk parpol saja, dalam perspektif bhw sy tetap jadi caleg yg bisa mereka dorong dan kampanyekan.
Atas persetujuan itu, sy lalu melakukan riset untuk menjawab pertanyaan pokok; siapakah Presiden dan partai yang kebijakannya bisa menguntungkan masa depan anak2 saya dan anak2 bangsa ini?
Sy buka kumpulkan semua referensi yg bisa sy peroleh, termasuk masukan dari para senior yg sudah ada di DPR RI (tentu saja mereka orang parpol karena di DPR, sy di DPD bukan orang parpol).
Semua parpol rupanya bagus, kata saya. AD-ART, program, kebijakan, dll tak ada yg jelek. Hanya ideologinya yang berbeda. Ideologi adalah paradigma utama pengambilan keputusan.
Tapi, bukankah yang paling berkuasa di negara ini adalah Presiden? Bukan Parpol? Saya lalu riset lagi semua bakal capres. Sy menginginkan Presiden yg bisa memandirikan bangsa ini, membuat rakyat kita di masa depan (anak2 kita) BERDAULAT DI NEGERI SENDIRI, BERDIKARI…

Harap maklum, pikiran sy sejak SD hingga sarjana sering direcoki oleh pikiran2 Cokro, Asy’ari, Bung Karno, Hatta, dan sedikit pikiran Buya Hamka. Pokok pikiran utama mereka adalah: REPUBLIK INDONESIA YANG MERDEKA, BERSATU, BERDAULAT, ADIL dan MAKMUR. Indonesia yang Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Bermusyawarah, Berkeadilan Sosial.
Sekitar sembilan bulan sy meriset Capres dan Parpol, akhirnya saya berkesimpulan, demi masa depan anak2, kita mesti ikut berjuang memPresidenkan Prabowo Subianto. Bukan orang yg sempurna, tetapi apa yg dia sering kemukakan selalu saja persis seperti apa yg sy inginkan utk negara ini. Bahwa ada sebagian orang yg berbeda pendapat dgn sy, itu sy hargai.
Kesimpulan kedua adlh; Usaha sy untuk mempresidenkan Prabowo akan sangat intens jika sy bernaung di Partai GERINDRA yg dia pimpin. Kesimpulan ketiga; untuk mempresidenkan Prabowo TIDAK HARUS menjadi caleg.
Masuklah sy ke Partai GERINDRA di akhir tahun 2012. Niatnya satu; Prabowo Presiden. Tetapi kemudian DPP Partai GERINDRA–setelah proses yang panjang–menugaskan saya menjadi caleg DPR RI. Kenapa saya? Sebab tidak ada satu orang pun yang mau jadi caleg DPR RI dari GERINDRA di daerah pemilihan Provinsi Gorontalo.
Awalnya saya ogah2an. Saya ingin berada dalam tim inti pemenangan Prabowo, bukan untuk jadi caleg DPR RI. Namanya juga sudah jadi kader partai, saya ikuti saja semua keputusan partai. Begitulah konsekuensi jika sudah masuk dalam suatu organisasi; kita boleh punya ide, tapi sekali diputuskan oleh organisasi maka kita semua taat melaksanakannya.
Apa yg terjadi kemudian di Pemilu 2014? Sy kembalikan lagi semua kpd Allah SWT. Lalu sy berusaha semaksimal yg sy bisa. Sy kirimkan kpd sebagian rakyat Gorontalo Laporan Pertanggungjawaban saya sebagai Anggota DPD RI. Tentu tdk semua rakyat dapat. Berat di ongkos. Bahkan sy tak punya anggaran utk bikin baliho caleg saat itu.

Takdir Allah menempatkan sy jadi salah satu dari 560 orang anggota DPR RI dari seluruh Indonesia. Dan ketika Pilpres digelar, ada kebanggaan tersendiri ketika di Gorontalo Prabowo meraih 63,07 persen suara rakyat. Setidaknya sy bangga menjadi salah satu motor tim pemenangan Prabowo di Gorontalo.
Di DPR RI sekarang ini, sy belajar banyak. Tepatnya, banyak sekali. Fraksi GERINDRA adalah guru besar sy tentang politik praktis di level nasional. Ternyata, tidak semuanya seperti yg sy bayangkan sebelumnya. Ternyata, negara dan bangsa ini benar-benar mesti diselamatkan dari penguasaan neo-penjajah-isme. (Ini kajian panjang dengan data-data yang konkrit, tdk sy bahas di sini). Butuh pemimpin yg benar2 berani menegakkan kembali Pancasila dan UUD NRI 18 Agustus 1945, terutama Pasal 33.
Sebagai anggota DPR-RI, sy akan buat LPJ lagi kpd sebagian rakyat Gorontalo. Sy cetak sebanyak yg sy mampu. Yg pasti tidak semua org akan dpt. Harap maklum, karenanya. LPJ itu perlu spy rakyat tahu apa yg telah berhasil diperjuangkan, apa yg telah gagal, dan apa yg sdg diperjuangkan di DPR-RI.
Saudara/i-ku, begitulah cerita sy. Bagi kader2 GERINDRA di Gorontalo, sy berharap menuliskan di status FB-nya masing2 untuk menjawab pertanyaan Mengapa Masuk GERINDRA?

DIRGAHAYU Partai GERINDRA. Semoga di umur yang ke-14 ini kita lebih bersiap untuk menjadikan “PRABOWO PRESIDEN, GERINDRA MENANG”. Aamiin…