ILMU ITU MAHAL

Tahun 1994, sy semester 3 di STT Telkom Bandung. Ketika itu laporan praktikum maupun tugas2 makalah wajib ditulis dgn mesin ketik. (Waktu itu sdh ada komputer di lab kampus, tapi tdk boleh bikin tugas dgn komputer…katanya utk menghindari plagiarisme… Ketentuan yg aneh ya).
Bosan meminjam mesin ketik teman, sy berusaha keras, bekerja apa pun, demi bisa membeli mesin ketik. Alhamdulillah terbeli juga…
Setelah beberapa bulan sy pakai dgn normal, tiba2 mesin ketik rusak. Tepatnya, mampet. Tdk lagi bisa bergerak ke kanan secara penuh, hanya sampai setengah bagiannya. Jadinya setiap mengetik, setengah bagian kertas di sebelah kiri kosong, di sebelah kanan terisi hurup2. Aneh pokoknya. Rusak.
Sy bawa mesin ketik itu ke tempat servis. Lumayan jauh, naik angkot dua kali baru sampai. Saya sampaikan ke tukang servis keluhan ttg mesin ketik sy.
“Mau bayar berapa, dek?” tanya dia. “Berapa maunya?” Tanya sy balik. “Sudah 10 ribu saja ya, dek.”
“Oke tak apa…” walaupun mahal (nilai uang masa itu), sy tdk menawar lagi. Yg penting mesin ketik sy segera ‘sembuh’.
Kira2 hanya 2 (dua) detik kemudian si tukang servis berkata, “Mana 10 ribu… mesin ketiknya sudah bagus nih…”.
Sy bingung. Oh, ya? Sy tdk lihat dia melakukan apa2. Dalam sekejap sdh bagus? Setelah sy coba, eh betul… mesin ketik itu sudah normal…
Karena penasaran, sy tanya apanya yg rusak dan apa yg dia lakukan dlm sekejap bisa memperbaiki. Dengan enteng dia bilang, “Bayar dulu…baru sy jelaskan.” Sy bayar deh. Rp. 10 ribu…setara uang makan utk 10 hari.
Sambil cengengesan si tukang servis menjelaskan, “Sebetulnya mesin ketiknya tidak rusak, dek. Tapi mungkin ada yg tdk sengaja menekan klep pengaman di bawah itu, jadi mesinnya gak bisa jalan. Sy cukup menekan lagi klep pengamannya spy kembali normal. Gitu aja sih, dek.”
“Jadi abang hanya menekan tombol? Tau begitu mah sy tekan aja sendiri di rumah… jauh2 amat kesini… Lagian mahal amat cuma utk nekan tombol doang…”
“Dek… Rp. 10 ribu itu bukan biaya nekan tombol… tapi harga ilmunya. Coba kalau sy gak kasih tau, pasti kamu datang lagi besok2 utk masalah yg sama. Sepuluh kali datang, bisa 100 ribu lho…ini kan sy sdh kasih diskon…hanya 10 ribu.”
Saya pulang ke rumah dgn perasaan tak puas. Merasa dibodohi. Segitu doang, gak berkeringat, tapi orang itu dapat 10 ribu rupiah.
Bbrp hari kemudian, teman sy mengalami masalah dgn mesin ketiknya. Persis dgn masalah sy sebelumnya. Dia bersiap pergi ke tukang servis. Sy samperin sambil berkata, “Mas, drpd kamu ke tukang servis jauh2, mahal2 dan capek2 buang waktu, mau gak bayar ke sy Rp. 20 ribu dan sy servis mesin ketikmu dalam waktu 2 menit?”
Sekejap si kawan langsung oke. Kuambillah 20 ribu darinya. Mesin ketiknya sy bawa sebentar ke dalam kamar kos sy (si empunya mesin ketik di luar kamar). Sy tutup pintu. Lalu membuat bunyi2an sedikit.. pletak pletuk pletak pletuk… Semenit kemudian sy berikan mesin ketik itu padanya dalam keadaan sudah diperbaiki. Mudah kan… hanya menekan tombol kok…dan sudah ada 20 ribu di kantong. 😀 😀
Kawan sy bertanya bagaimana sy bisa perbaiki itu hanya dalam beberapa menit. Sambil menyerahkan uang 20 ribunya kembali, saya mengarang cerita, “Mesin ketikmu diganggu oleh makhluk halus. Jadi sy pakai ilmu halus utk perbaiki. Tapi jin-jin yg membantuku perbaiki mesin ketikmu itu bilang bahwa perbaikan ini mesti gratis. Jadi kukembalikan uangmu.” Sungguh…sy tertawa dalam hati. Terbahak-bahak.
Sejak itu sy sadar sesadar2nya, betapa mahalnya ilmu. Betapa mahalnya pengetahuan. Betapa mahalnya informasi.
Dalam beberapa hari selanjutnya, berturut2, sy mendoakan para guru dan dosen sy dan semua orang yg telah mengajari sy tentang sesuatu. Semua orang yg memberi sy ilmu / pengetahuan yg berguna, sy sebut namanya dalam doa ketika sy ingat mereka.
Kawan2, bersyukurlah kita pernah diajari oleh guru yg tulus membagi ilmunya. Jika pengetahuan “menekan tombol kecil” saja bisa berharga 10 ribu bahkan 20 ribu di tahun 1994 (bisa utk makan di warteg selama 10 bahkan 20 hari), coba kalian hitung kira2 berapa rupiah yg pantas kita bayarkan kepada guru kita. Miliaran? Kurang, kawan2… Kurang… Hitung pula pengetahuan yg kita peroleh dari ibu bapak kita, lingkungan kita, dll. Yakin, Bill Gates yang terkaya di dunia itu pun takkan mampu membayarnya…
Kawan2, jangan pula merendahkan orang yg bekerja pakai ilmu. Kalau anda mengundang seorang pembicara utk sebuah seminar, bayarlah ilmu mereka setinggi/sebanyak yg kau mampu.
Sebuah buku yg harganya Rp. 250 ribu sebetulnya terlalu murah ketika Anda memperoleh manfaat berupa SEBUAH ilmu / informasi dari situ.
Bagaimana dgn Kitab Suci? Aih… di dalamnya adalah informasi dari Tuhan secara langsung. Anda mau hargai berapa?