PAK GURU IBU

Pak Guru Ibu

Namanya Thalib Rasyid Eka. Nicknamenya bermetamorfosis dari Thalib, Talib, Talibu, Ibu. Ketika jadi guru, kami memanggilnya Pak Guru Ibu.

Manusia yang istimewa. Keluarga seniman. Ayahnya yang membangun menara Masjid Agung Baiturrahim tanpa teknologi modern, benar² bermodalkan tali nylon dan batu sebagai pemberat untuk mengukur kelurusan bangunan dari empat penjuru mata angin. 👍😁👍

Semua adiknya adalah seniman, termasuk Kaita Nyonyo yang sangat terkenal itu.

Beliau adalah guru perwalianku di kelas 6 SDN 2 Ayula Tapa, tahun 1986. Mengajar banyak mata pelajaran, tapi yg paling dahsyat adalah ketika mengajar kesenian dan keterampilan tangan.

Beliau salah satu mentor terbaik sehingga saya; (1) bisa pidato dan ceramah dari kecil, (2) juara 2 menggambar tingkat kecamatan Tapa, (3) main drama sebagai pengawal Firaun (ini ada kisah tersendiri), (4) bikin patung dari bubur kertas, (5) dll… dll.. 😁

Suatu kali, kami ditugaskan bikin kelompok memasak utk dihidangkan kepada para guru di Peringatan Hari Guru. Masakan kami akan diberi nilai utk matpel PKK (Pendidikan Keterampilan Keluarga). Ada 3 kelompok, maka ada tiga meja makan yg sudah kami hias.

Rupanya, para guru senang dengan masakan kelompok saya. Mereka berkerumun di situ.

Sambil memperhatikan guru² itu dari jauh, sy berbisik ke teman kelompok saya, “Abis…. tidak mo dapa makan torang, guru² samua pa torang pe meja. Baambe banyak² lagi paaaak. Harus ada yg bataria ‘Podaha tiupolo’ ini… hahaha.”

Ternyata salah satu teman kelompokku benar² meneriakkan kalimat itu sambil menyembunyikan wajahnya di tembok. “Woi… pak Guru, podaha tiupolo…!” suaranya keras sekali. Aku kaget sekali…

Tapi para guru cuek. Mereka terus saja makan. Sudah biasa memang…selalu ada anak yang nakalnya kelewatan. 😁🤦‍♂️

Hanya Pak Guru Ibu yang mendekat ke saya dan menanyakan siapa gerangan yang akhlaknya tidak bagus begitu.

“Saya tidak tahu, pak Guru,” jawabku.

“Tapi suara itu dari arah sini, kelompokmu kan berkumpul di sini.”

“Jow pak guru, sepertinya dari kelompok saya, tapi tidak ketahuan siapanya.”

“Kalau begitu semua anggota kelompokmu dapat nilai ENAM.”

“Tapi pak guru… Meja kami paling rapi, masakan kami paling enak kan…”

“Iya. Tapi akhlak di atas segalanya. Kalian semua dapat nilai ENAM.”

Saya yang paling kecewa dengan keputusan Pak Guru Ibu. Dari kelas 1 SD saya tidak pernah dapat nilai dibawah 8,5. Nilai 6 itu adalah yg terendah dalam rekor SD saya. 😁😁😀😀

Terimakasih pak Guru Ibu… Itu adalah pelajaran penting bagi kami semua sejak kecil, bahwa… AKHLAK LEBIH TINGGI DARIPADA ILMU APAPUN.

Pak Guru Ibu sekarang sudah pensiun. Beliau masih diminta mengajar KESENIAN dari sekolah ke sekolah setelah pensiun. Setelah berhenti total dari aktifitas mengajar, pak Guru sekarang menikmati hidupnya dengan terus berkarya seni.

Kami berjumpa tiap kali saya ke kompleks rumah orang tua sy. Pertemuan yg ada di foto ini cukup spesial karena bakudapa di Galeri Seni Riden Baruadi yang sedang pameran.

Start typing and press Enter to search