ADHAN (Bagian 2)

Petarung sejati itu memenangi perang atas dirinya sendiri.

***

Teman sy, wartawan keren, Herdiyanto Yusuf suatu kali di tahun 2003 menulis artikel berjudul “Si Bengal Adhan Dambea”. Itu salah satu artikel yg, ketika itu, sy anggap nekat. Betapa saat itu Adhan dikenal sbg politisi Golkar yg dikelilingi oleh preman-preman bertato. Bahkan Adhan sendiri bertato; turtulis “I Luv U” di bagian dalam lengannya.

Sy kuatir, nanti Hercules (nama pena Herdiyanto Yusuf) akan dicari dan dikerjai kelompok Adhan karena menyebutnya “Si Bengal”. Hulondtalowa ma’o, mali “Te Kapala’angi Da’a”. 😃

Namun, setelah sy membaca isi artikelnya, Herdiyanto rupanya menggambarkan betapa Adhan Dambea mengerti tugas dan fungsi dia sbg wakil rakyat. Membaca artikel itu sy mengerti bahwa wakil rakyat mesti melancarkan kritik terhadap pemerintah, bahwa sistem tata negara kita tidak mengenal partai oposisi, bahwa balance of power (keseimbangan kekuasaan) itu adalah antara eksekutif dan legislatif, bukan antara partai pro pemerintah versus partai oposisi.

Pantas saja Adhan Dambea selalu mengkritik Pemkot Gorontalo walaupun saat itu dipimpin oleh pak Medi Botutihe yg juga berasal dari partai yg sama dengannya; Golkar. Dari masalah pelayanan rumah sakit, anggaran rumah tangga walikota, jalan yg rusak, pelayanan dinas-dinas terhadap rakyat, dll.

Semuanya dia suarakan dengan lantang. Yg penting, dia bicara hal yg benar. Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit. Kira-kira begitulah prinsip Adhan Dambea.

Di setiap adu argumentasi, Adhan hampir selalu benar. Dia menampilkan fakta yg benar, dan dia menguasai pula aturan-aturan, sehingga menjadi sulit bagi lawan untuk beradu argumentasi dengannya.

Sy jadi penasaran, ingin melihat seorang Adhan Dambea kalah. Sy ingin lihat apa yg akan dilakukan Adhan jika dia kalah.

Nah, ketika dia dicoret dengan tragis oleh KPU Kota Gorontalo pada Pilwako 2013, beberapa jam sebelum waktu pencoblosan, sy menduga akan terjadi kerusuhan besar-besaran di Kota Gorontalo. Sebab, menurut sy ketika itu, bagaimana pun Adhan akan bertarung habis-habisan untuk melawan pencoretan itu, apalagi di sekitarnya ada preman2.

(Catatan; di kemudian hari sy melihat bahwa yg orang sebut sbg preman di sekitar Adhan itu adalah orang2 biasa seperti kita, baik juga seperti kita, bahkan bbrp di antara mrk sudah ikut jamaah pengajian).

Tapi prediksi sy meleset, Adhan Dambea dan pendukungnya tidak bikin kerusuhan. Sy heran. Ini ajaib, kata sy. Bertahun-tahun kemudian sy ketemu dengan pak Adhan, sy tanyakan soal itu. Dia menjawab, “Memang saat itu terasa berat sekali, tetapi sy harus mengatasi diri sy sendiri dan mengatasi gejolak lahir batin para pendukung sy. Yg paling sulit adalah mengatasi diri sendiri. Tapi alhamdulillah semua itu berhasil sy lewati.”

Ya, begitulah seorang petarung sejati…. Yg pertama kali harus bisa dia tundukkan adalah dirinya sendiri! Bukankah jihad yg paling besar adalah melawan nafsu di dalam diri?

Jika orang yg berhasil menundukkan dirinya sendiri itu jadi pemimpin, maka dia dapat menundukkan siapa pun yg dlm pimpinannya. Istri, anak, keluarga tidak akan berani mengintervensi dirinya, apalagi orang lain. Dia akan teguh bekerja di atas prinsip-prinsip yg sdh ada dlm hati dan pikirannya.

Start typing and press Enter to search